Cerita Palestina 2
Sejak serangan Israel yang menghancurkan rumah dan gedung di wilayah Gaza, saat itu banyak yang kehilangan keluarga, kehilangan tempat tinggal. Lebih memprihatinkan lagi, sejumlah bantuan dari berbagai negara ditahan. Akibatnya masyarakat Gaza kelaparan dan tidak sedikit yang meninggal akibat kelaparan.
Sungguh memilukan melihat kondisi anak-anak Gaza dari kiriman video yang tersebar di media sosial. Dengan tubuh kurus, mata cekung, dan langkah yang gontai, mereka berlari ke arah bantuan yang sesekali dijatuhkan dari udara.
Di antara suara ledakan dan ancaman peluru, anak-anak itu tetap maju, hanya untuk mendapatkan sekantong kecil tepung atau sebungkus roti.Ada yang berhasil pulang dengan senyum, meski lelah. Ada juga yang tak pernah kembali, karena peluru lebih cepat dari langkah kecil mereka.
Seperti yang dialami Amir, bocah berusia 10 tahun, tetapi perjuangan hidupnya sangat keras melebihi dari usianya. Untuk mendapatkan makanan, dia dengan penuh semangat berjalan kaki tanpa alas sejauh 12 KM, menuju titik distribusi bantuan yang disalurkan oleh Gaza Humanitarian Foundation (GHF).
Setelah mendapatkan bantuan makanan, Amir tersenyum bahagia. Iya bahkan sempat mengucapkan terima kasih dan mencium telapak tangan orang yang telah memberinya sekantong makanan. Siapa sangka setelah mendapatkan tersebut, belum sempat ia memberikan untuk keluarganya. Tentara Israel menghentikan langkah Amir untuk selamanya. Bukan hanya Amir yang tewas tertembak, tetapi sejumlah penduduk yang juga sedang mencari makan syahid bersama Amir.
Kondisi yang dialami Amir bersama sejumlah penduduk Gaza, diceritakan oleh Anthony Aguilar, salah seorang pensiunan Angkatan Darat Amerika Serikat. Saat itu, dia bertugas sebagai keamanan untuk penyaluran bantuan Gaza Humanitorian Foundation. Dia mengatakan, Amir ditembak setelah mendapatkan bantuan.
Sebelumnya bocah tersebut berkeliling mencari bantuan, dia bahkan tidak peduli berjalan kaki sangat jauh demi mengumpulkan makanan. Setelah menerima paket justru tentara Israel menembaknya sebelum dia sempat menikmati bantuan tersebut.
‘Amir mengulurkan tangannya, saya pun memanggilnya. Saya katakan, kemarilah. Saya memberikan beberapa paket bantuan. Dia sangat senang, lalu mencium tangan Saya, sembari mengucapkan terima kasih, Om.” kata Aguilar, yang membagikan cerita tersebut pada jurnalis AS dan sejumlah anggota parlemen.
Bukan hanya Amir, bocah 12 tahun yang gugur setelah berjalan 12 kilometer demi bantuan. Fakta di lapangan menunjukkan, lebih dari 1.000 warga Palestina telah meninggal dunia saat berdesakan mencari bantuan makanan yang sesekali datang.
Mereka tidak bersenjata. Mereka bukan ancaman. Mereka hanya ingin membawa pulang roti, tepung, atau sekantong susu bubuk untuk keluarga yang kelaparan. Namun, setiap langkah yang seharusnya menuju harapan justru berakhir di ujung peluru.
Dunia tidak boleh diam, sebab setiap kali kita terdiam, akan ada lagi Amir-Amir lain yang gugur saat mencoba membawa pulang makanan.