Pemimpin Lupa Amanah, Rakyat Lupa Akhlak
Agustus tahun 2025, bukan hanya bulan kemerdekaan ke-80 Indonesia, tetapi juga bulan ujian bagi bangsa. Di saat kita seharusnya mengenang darah dan air mata para pejuang, justru negeri ini diguncang oleh rentetan peristiwa yang menyayat hati.
Ada pembunuhan sadis terhadap rakyat kecil, ada penindasan, penjarahan, konflik, dan wajah wakil rakyat yang dipertanyakan keberpihakannya.
Tiga hari menjelang pergantian bulan, tepatnya 28 Agustus 2025, merupakan awal dari bergejolaknya amarah. Di tengah semangat merah putih yang berkibar, kita dipaksa menunduk, mengenang perjuangan mereka yang rela mengorbankan jiwa demi negeri, sekaligus menyadari betapa mudahnya rasa aman yang diwariskan itu bisa terusik oleh tragedi.
Awal demo dimulai sejak Senin 25 Agustus 2025, yang bertajuk Revolusi Rakyat Indonesia berlangsung di depan gedung DPR RI. Ribuan massa turun ke jalan untuk menyuarakan keresahan mereka terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan rakyat. Sorotan utama tertuju pada rencana kenaikan tunjangan wakil rakyat, di tengah kondisi ekonomi nasional yang justru sedang tidak baik-baik saja, dan pajak naik.
Aksi tersebut terus berlanjut hingga Kamis malam, 28 Agustus 2025, yang kemudian menjadi sebuah peristiwa memilukan. Di tengah keriuhan demonstrasi yang memanas, kerusuhan tak terelakkan. Saat itu, seorang driver ojek online tanpa sengaja terjebak di antara lautan massa. Ia hanya berniat menyeberang jalan untuk mengantarkan pesanan kepada pelanggan, namun takdir membawanya pada kejadian yang tak pernah ia bayangkan.
Namanya Affan Kurniawan, dia tewas terlindas kendaraan taktis milik Brimob. Semua hati rakyat di seluruh Indonesia ikut teriris. Aksi pun berlanjut di hari berikutnya, amarah rakyat semakin tak terbendung. Mahasiswa di sejumlah kota besar di Indonesia, turun ke jalan. Mereka menyuarakan keadilan atas meninggalnya Affan Kurniawan.
Aksi berlangsung tak mengenal waktu, dari pagi hingga sore hari mahasiswa berkumpul di jalan membakar Ban. Menghambat arus lalu lintas, banyak warga yang mengeluh, dari pagi meninggalkan rumah menuju kantor, pulang sore mereka terjebak macet hingga malam. Mereka berusaha mencari jalan lain, namun tetap saja macet tak terbendung. Banyak masyarakat yang memilih diam menunggu demo berakhir.
Namun, semakin malam, aksi semakin seru, dan mulai memanas. Bukan hanya itu, aksi yang tadinya damai, berujung rusuh. Tercatat dalam sejarah akhir Agustus pada hari Jumat, tanggal 29. Aksi itu keluar dari kendali, massa bertindak anarkis, mereka merusak fasilitas umum, mendatangi kantor wakil rakyat, membakar kendaraan di area parkir, hingga melalap kantor DPRD dengan api.
Kantor DPRD Makassar hancur, tidak ada satupun yang tersisa. Semua arsip, berkas penting hilang. Mereka tidak tahu, dan tidak akan pernah tahu. Betapa susahnya para staf mengarsipkan berkas, surat-surat penting dari tahun ke tahun.
Massa melampiaskan kemarahan dengan membakar gedung DPRD Makassar, puluhan kendaraan roda empat dan kendaraan roda dua. Banyak yang mendukung mahasiswa perjuangkan keadilan, tetapi banyak juga yang menyesali terjadinya pengrusakan, pembakaran hingga mengakibatkan orang yang tak bersalah menjadi korban.
Di gedung megah itu, aksi sudah menjadi pemandangan yang tak asing. Masyarakat kerap datang mengadu, berteriak, bahkan tak jarang bertindak anarkis dengan memecahkan kaca atau merusak ruangan. Namun, belum pernah sekalipun gedung tempat wakil rakyat bekerja dilalap api, sebab biasanya aparat sigap menghadang, berusaha sekuat tenaga menenangkan massa agar tetap menyampaikan aspirasi tanpa kebablasan.
Tetapi, Jumat malam suasananya berbeda. Api benar-benar menyala, seolah ada pembiaran bahkan terkesan ada unsur kesengajaan, hingga akhirnya massa lain ikut terprovokasi dan semuanya menjadi abu.
Empat nyawa melayang sia-sia, mereka tidak bersalah. Mereka tidak bersalah, tidak ikut dalam anarkisme, hanya berusaha menyelamatkan diri. Namun kealpaan negara dan ulah segelintir oknum membuat mereka menjadi korban.
Di titik ini, pertanyaan yang mengusik hati, siapa yang pantas disalahkan? Siapa dalang dari pembakaran ini? Apakah murni ledakan amarah rakyat, atau ada tangan-tangan lain yang sengaja meniup bara hingga menjelma menjadi api?
Namun satu hal yang pasti, tak ada rahasia di hadapan Allah. Apa yang disembunyikan manusia, tetap tercatat di Lauhul Mahfuz. Mereka yang berbuat zalim, mereka yang menabur fitnah, dan mereka yang bermain di balik layar, kelak akan dipanggil untuk mempertanggungjawabkan segalanya di hadapan-Nya. Dunia mungkin bisa menipu, tetapi akhirat adalah kepastian.